Senin, 11 Januari 2016

Terjemahan: Essential Neurosurgery 3rd Edition (5)

Bab 1: Penilaian dan Pemeriksaan Neurologis


Pemeriksaan nervus cranialis

Nervus olfaktorius
Indra pembau dapat diperiksa dengan cara pasien diminta untuk membau melewati salah satu lubang hidung dengan menutup lubang hidung yang lain. Penyebab umum dari anosmia adalah lesi nervus olfaktorius akibat dari cedera kepala, dan tumor yang melibatkan dasar dari fossa cranialis anterior khususnya meningioma sulcus olfaktorius. Penting untuk menggunakan bahan non iritatif ketika melakukan pemeriksaan olfaktori, karena bahan iritatif (cth. amonia) akan menyebabkan iritasi pada mukosa hidung. Stimulus kemudian dipersepsikan oleh serat-serat sensorik umum pada nervus trigeminal.

Nervus optikus
Nervus optikus dapat diperiksa dengan:

  • Mengukur ketajaman penglihatan dan penglihatan warna
  • Memetakan lapangan pandang
  • Pemeriksaan fundus dengan oftalmoskop
  • Refleks cahaya pupil

Ketajaman penglihatan
Ketajaman penglihatan dapat diperiksa menggunakan bagan tipe Snellen standard yang berjarak 6 m. Ketajaman dicatat dalam bentuk pecahan, cth. 6/6 atau 6/12, dimana pembilang menunjukkan jarak bagan ke pasien dalam meter sedangkan penyebut menunjukkan baris dari bagan yang dapat dibaca. 6/6 adalah penglihatan normal. Gangguan refraksi dapat dikoreksi dengan menambahkan kacamata atau dengan meminta pasien melihat bagan melewati pinhole.

Lapangan pandang
Lapangan pandang dapat dipetakan dengan metode konfrontasi, dimana pasien berhadapan dengan pemeriksa dan obyek dengan ukuran bervariasi digerakkan perlahan kedalam lapangan pandang (Fig.1.2). Pemeriksaan formal dengan menggunakan perimetri harus dilakukan pada semua kasus kegagalan penglihatan, tumor hipofisis, tumor parasellar, tumor-tumor lainya yang mungkin melibatkan jalur penglihatan dan penyakit demyelinating, atau jika terdapat keraguan setelah pemeriksaan dengan konfrontasi dimana lapangan pandang mungkin menyempit.

Perimetri dapat dijalankan baik menggunakan layar tangen, seperti layar Bjerrum (Fig.1.3), maupun perimeter Goldmann. Layar Bjerrum mencatat lapangan penglihatan sentral. Dengan memperluas area sentral sampai 30°, lebih mudah untuk mendeteksi skotoma dan untuk mengukur titik buta dan, dengan menggunakan target yang cukup kecil, layar tangen menyediakan representasi yang akurat pada lapangan pandang perifer. Mesin perimetri otomatis akan mampu memeriksa lapangan pandang dengan akurat dan reproduktif yang khususnya bermanfaat bagi pasien-pasien yang kooperatif.


 
































Pola kehilangan lapangan pandang akan bergantung pada lokasi anatomis dari lesi di dalam jalur visual (Fig. 1.4):

  • kehilangan penglihatan total – lesi pada nervus opticus
  • hemianopia altitude – lesi parsial pada nervus opticus karena trauma atau kecelakaan vaskular
  • hemianopia homonim – lesi-lesi pada traktus opticus, radiatio optica, atau cortex calcarina.
  • hemianopia bitemporal – lesi-lesi pada kiasma optica seperti tumor hipofisis, craniopharyngioma, atau meningioma suprasellar.















Pemeriksaan fundus
Pemeriksaan fundus dilakukan menggunakan oftalmoskop dingan perhatian yang khusus pada :

  • Diskus opticus
  • Vasa-vasa
  • Retina
Diskus opticus yang pucat dikarenakan atrofi optik yang terutama akibat dari lesi nervus opticus yang disebabkan oleh kompresi atau demyelinasi, atau secara berurutan, yang mengikuti edema berat pada diskus. Papilloedema dikarenakan peningkatan tekanan intrakranial dan dibuktikan dengan:

  • Margo diskus yang tidak tegas
  • Mangkok optik yang terisi
  • Edema dan tertelannya vena-vena retina, dengan hilangnya pulsasi normal pada vena-vena
  • Perdarahan di sekeliling margo diskus (jika berat).

Nervi craniales ke tiga, empat, dan enam
Semua nervi craniales ini menginervasi musculi ekstraoculi sehingga biasanya diperiksa secara bersama-sama. Pemeriksaan ini mencakup penilaian dari:

  • Posisi palpebra
  • Pupil
  • Pergerakan ekstraokular

Posisi palpebra
Ptosis disebabkan oleh paralisis m. levator palpebra superior akibat lesi n. cranialis III atau karena kelemahan m. tarsal akibat dari lesi simpatis (sindroma Horner).

Pupil
Penilaian meliputi ukuran, bentuk, dan kesamaan pupil. Reaksi pupil terhadap cahaya diperiksa dengan menyinari mata dan mencatat reaksinya baik pada mata yang disinari langsung maupun respon pada mata sebelahnya. Reaksi konvergens dan akomodasi pada penglihatan dekat diperiksa dengan meminta pasien untuk melihat fokus pada obyek dengan jarak tertentu kemudian menempatkan sebuah pena kira-kira 12 cm di depan batang hidung.

Sindroma Horner, pada derajat yang komplit, terdiri dari miosis, ptosis, enophthalmos, serta separuh wajah menjadi kering dan hangat. Hal ini disebabkan oleh lesi pada suplai simpatis seperti akibat dari aneurisma arteri carotis intracavernosa, atau akibat dari tumor Pancoast pada apeks pulmo.

Pupil yang dilatasi (midriasis) akibat dari paralisis serabut parasimpatis yang berasal dari nukleus Edinger – Westphal pada mesencephalon, dan hal ini terlihat pada paresis nervus III. Kemungkinan penyebabnya adalah pembesaran aneurisma arteri komunikans posterior yang menyebabkan penekanan pada serabut-serabut nervus cranialis III (Bab 9) dan herniasi tentorial akibat dari tekanan intrakranial dengan herniasi uncus pada lobus temporalis yang menekan nervus III (Bab 5).

Pupil Argyll ­– Robertson adalah pupil yang kecil, iregular, tidak bereaksi dengan cahaya, bereaksi terhadap akomodasi tapi berespon jelek terhadap midriatikum; ini biasanya disebabkan oleh sifilis.

Pupil myotonik (Holmes – Adie) biasanya diderita pada wanita muda dan manifestasi klinisnya berupa dilatasi unilateral pada salah satu pupil dengan kegagalan bereaksi terhadap cahaya. Pupil terlihat kontriksi secara lambat yang terjadi pada konvergensi yang dipertahankan dalam periode yang lama. Pada sindroma yang sudah komplit reflek patela dan akiles hilang.

Pergerakan okular
Berikut ini adalah gerakan-gerakan general pada otot-otot ekstraokular.

  • Rectus lateral (nervus VI) menggerakkan bola mata secara horisontal ke arah luar.
  • Rectus medial (nervus III) menggerakkan bola mata secara horisontal ke arah dalam.
  • Rectus superior (nervus III) mengangkat bola mata ketika bergerak ke arah luar.
  • Obliquus inferior (nervus III) mengangkat bola mata ketika bergerak ke arah dalam.
  • Rectus inferior (nervus III) menurunkan bola mata ketika bergerak ke arah luar.
  • Obliquus superior (nervus IV) menurunkan bola mata ketika bergerak ke arah dalam.
Pasien dilakukan pemeriksaan diplopia, yang akan mengindikasikan kelemahan otot bola mata sebelum dilakukan pembuktian dengan pemeriksaan. Aturan-aturan berikut ini membantu menentukan otot dan saraf cranial manakah yang terlibat.

  • Pergeseran dari gambar palsu dapat secara horisontal, vertikal atau keduanya.
  • Gambar-gambar yang terpisah paling besar pada arah dimana otot yang lemah bergerak sesuai gerakannya.
  • Gambar palsu bergeser paling jauh pada arah dimana otot yang lemah menggerakkan bola mata.

Gangguan pergerakan bola mata dapat disebabkan oleh kelemahan gerakan konjugasi bola mata. Pusat untuk mengontrol pandangan konjugasi lateral berlokasi pada lobus frontal pars posterior, dengan input dari regio oksipital. Jalur umum terakhir untuk mengontrol gerakan konjugasi adalah pada batang otak, khususnya berkas longitudinal median. Lesi pada lobus frontal menyebabkan paralisis kontralateral dari pandangan konjugasi (cth. bola mata deviasi kearah sisi lesi) dan lesi pada batang otak menyebabkan paralisis ipsilateral dari pandangan konjugasi (cth. mata deviasi ke sisi berlawanan dari lesi).

Nistagmus diperiksa dengan meminta pasien untuk melihat ujung jari telunjuk. Pemeriksaan dilakukan pertama-tama dari tengah kemudian bergerak secara lambat ke kanan, ke kiri dan kemudian vertikal kearah atas dan bawah.

Refleks nistagmus merupakan tipe yang umum, terdiri dari gerakan lambat ke satu arah dan gerakan koreksi cepat pada arah yang lain.

Refleks nistagmus horisontal diakibatkan oleh lesi pada sistem vestibular yang dapat terjadi secara perifer pada labirin, secara sentral pada nukleus di batang otak atau cerebelum. Pada lesi perifer fase cepat berlawanan dengan lesi dan amplitudonya lebih besar pada arah fase cepat. Pada lesi cerebelum fase cepat pada arah pandangan pada waktu yang sama tetapi amplitudonya lebih besar pada sisi lesi. Pada umumnya fase cepat diambil untuk mengindikasikan arah dari nistagmus, sehingga jika fase lambat ke kanan dan fase cepat ke kiri pasien digambarkan menderita nistagmus ke kiri.


Nistagmus vertikal disebabkan oleh lesi batang otak intrinsik seperti multipel sklerosis, tumor batang otak, atau keracunan fenitoin. Disebut juga nistagmus ‘downbeat’, dimana ditandai dengan nistagmus vertikal diperberat oleh pandangan kebawah, yaitu terutama apabila terdapat bukti lesi pada batang otak bagian bawah yang disebabkan oleh sindroma Chiari, dimana batang otak bagian bawah terkompresi oleh tonsila cerebelaris descendens (BAB 11).  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar