Jumat, 11 Desember 2015

Kontrasepsi Sebagai Instrumen Untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI)



dr. Arya Srisadono
Dokter Umum di Puskesmas Binangun, Cilacap


Sebelum penulis membuat artikel ini, penulis mengikuti pelatihan tentang Program KB (Keluarga Berencana) Pasca Salin selama 4 hari (tanggal 27 sampai 30 Oktober 2015) di Semarang. Di sana penulis bertemu dengan pembicara sekaligus guru sewaktu kuliah dulu yaitu dr. R. Soerjo Hadijono, Sp.OG (K). Ketika dr. Soerjo menyampaikan materinya, ada pendapat beliau yang mengusik pikiran penulis yaitu tentang upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI). Beliau berpendapat AKI di Indonesia dapat lebih baik dari Singapura dalam waktu singkat dengan satu syarat, yaitu semua ibu paska persalinan harus dilakukan pemasangan kontrasepsi. Sekilas pendapat beliau terkesan dangkal, yaitu dengan semua ibu memakai kontrasepsi maka tidak ada ibu yang hamil sehingga otomatis AKI juga akan turun. Tetapi, dalam pikiran saya tidak mungkin beliau mengeluarkan pendapat dengan pemahaman sedangkal itu. Pasti terdapat pemahaman yang lebih dalam dan luas tentang pernyataan beliau tersebut. Setelah beliau menjelaskannya lebih dalam lagi ternyata benar, terdapat alasan dan logika berfikir yang tidak sederhana di dalamnya. Di dalam artikel ini penulis bermaksud untuk menjabarkan apa yang dimaksud beliau tersebut.

A.  Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
Penilaian dan upaya untuk meningkatkan status kesehatan Ibu merupakan suatu hal yang sangat penting. AKI merupakan indikator yang sensitif untuk menggambarkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara. Semakin tinggi AKI di suatu negara menggambarkan status kesejahteraan masyarakat di negara itu juga rendah.
Menurut WHO, kematian ibu adalah kematian selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan/ cidera.
Target global MDGs (Millenium Developmental Goals) ke 5 adalah menurunkan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Akan tetapi, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI) tahun 2012 menunjukkan AKI di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Di kabupaten Cilacap sendiri pada tahun 2014 menduduki peringkat ke 4 di Provinsi Jawa Tengah dengan AKI mencapai 36 kasus, sedangkan pada tahun 2015 sampai artikel ini ditulis (November 2015) AKI di Cilacap turun ke peringkat 6 dengan 17 kasus AKI.

B. Kehamilan Risiko Tinggi
Mortalitas Ibu salah satunya disebabkan ibu berada dalam kondisi kehamilan risiko tinggi. Kehamilan risiko tinggi dapat timbul pada keadaan ”4 terlalu” yaitu (1) terlalu muda (<18 tahun); (2) terlalu tua (>35 tahun); (3) terlalu banyak (setelah 4 kelahiran); (4) terlalu dekat (jarak anak <2 tahun).
Usia ibu merupakan variabel yang penting dalam perencanaan kehamilan. Ibu yang hamil pada usia terlalu muda (<18 tahun) masih dalam masa pertumbuhan, sehingga panggulnya relatif masih kecil. Ibu yang hamil terlalu muda juga sering mengalami masalah psikologis karena kondisi jiwa yang memang belum matang. Sedangkan Ibu  pada usia >35 tahun sering sudah mengalami problem kesehatan seperti hipertensi, diabetes melitus, anemia, dan penyakit-penyakit kronis yang lain. Apabila ibu pada kondisi seperti ini hamil tentu saja menjadi sangat berisiko, sehingga kita mengenal kematian ibu karena faktor tidak langsung.
Jumlah dan interval kehamilan juga dapat membuat ibu berada pada kehamilan risiko tinggi. Interval kehamilan kurang dari 2 tahun berisiko untuk terjadinya kelainan yang berhubungan dengan letak dan kondisi plasenta. Endometrium di area fundus yang normalnya sebagai tempat menempel plasenta belum pulih sehingga kurang subur untuk kembali menjadi tempat implantasi plasenta. Kehamilan ke 5 atau lebih berisiko terjadi perdarahan paska persalinan dikarenakan kondisi uterus yang sudah lemah.

C. Peranan Program KB untuk Menciptakan Persalinan Aman
Program KB dilaksanakan agar pasangan suami istri (pasutri) dapat merencanakan kehamilannya sehingga kehamilan yang terjadi adalah kehamilan yang aman dan terhindar dari keadaan ‘4 terlalu’ tersebut. Program KB sangat efektif dalam mencegah kehamilan risiko tinggi sehingga dapat menurunkan mortalitas Ibu (AKI).
Alat kontrasepsi yang akan digunakan juga harus tepat sesuai dengan tujuannya. Tujuan pemakaian kontrasepsi pada dasarnya dibagi 3 yaitu untuk menunda kehamilan, menjarangkan kehamilan, dan mengakhiri kesuburan. Untuk menunda kehamilan ditujukan untuk ibu yang masih berusia muda (<20 tahun). Metode kontrasepsi yang digunakan bersifat jangka pendek dan tentu saja tidak mengganggu kesuburan apabila kontrasepsi dilepas. Ibu dapat cepat hamil apabila akan melakukan program hamil. Metode kontrasepsi yang dapat digunakan antara lain metode barier, dan pil oral kombinasi. Semua ibu paska persalinan sebaiknya menggunakan kontrasepsi yang bertujuan untuk menjarangkan kehamilan. Hal ini tentu saja menjamin ibu tidak hamil pada jarak yang terlalu dekat (< 2 tahun) dengan kehamilan sebelumnya. Metode kontrasepsi yang digunakan paling baik adalah metode jangka panjang seperti AKDR/ IUD (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim/ Intra Uterine Devices), implant atau suntik. Untuk ibu menyusui, alat kotrasepsi yang mengganggu produksi ASI seperti Pil oral kombinasi dan suntikan kombinasi (suntikan sebulan sekali) harus dihindari. Pasutri dapat merencanakan kembali kehamilan dengan jarak antara 2-4 tahun dan paritas (jumlah anak) terbaik adalah 2-3. Usia ibu yang berumur > 35 tahun dan/atau paritas > 3 sudah termasuk kategori risiko tinggi apabila terjadi kehamilan. Pada fase ini metode kontrasepsi yang bertujuan untuk mengakhiri kesuburan direkomendasikan. Metode kontrasepsi seperti kontrasepsi mantap (Kontap) baik pada wanita (tubektomi) maupun pria (vasektomi) merupakan pilihan terbaik. Akan tetapi apabila menghendaki metode kontrasepsi yang tidak permanen dapat menggunakan metode kontrasepsi yang sifatnya jangka panjang seperti AKDR/IUD.

D. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Pasca Persalinan (AKDRPP) sebagai pilihan kontrasepsi masal.
Program KB dapat melindungi ibu dari kehamilan risiko tinggi. Untuk menurunkan AKI, diperlukan syarat minimal yaitu semua ibu berada dalam kondisi kehamilan yang aman. Yaitu, kehamilan yang terhindar dari kondisi ‘4 terlalu’ yang telah dijelaskan sebelumnya. Apabila semua ibu hamil dalam kondisi yang aman, mortalitas akibat faktor ibu dapat dihindari. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan metode kontrasepsi yang ideal. AKDRPP merupakan metode kontrasepsi yang dapat dijadikan pilihan utama.
AKDRPP merupakan metode kontrasepsi yang bersifat reversibel, jangka panjang, dan sangat efektif. Pasca persalinan yang dimaksud disini adalah periode pasca persalinan segera yang terdiri dari periode pasca plasenta (< 10 menit pasca ekspulsi plasenta), pasca persalinan dini (10 menit – 48 jam pasca ekspulsi plasenta), dan intra sesaria (saat seksio sesaria). Untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas, pemasangan AKDRPP dapat dilakukan periode pasca plasenta dan pasca persalinan dini.
Periode pasca persalinan segera (pasca plasenta dan pasca persalinan dini) merupakan periode yang ideal untuk konseling metoda KB yang sesuai. Klien juga memiliki motivasi tinggi untuk dapat menerima metoda KB yang diperlukan. Di India, sekitar 65% ibu tidak memiliki peluang terhadap KB (unmet need) pada tahun pertama pasca persalinan. Berbagai kondisi ini membuat periode pasca persalinan segera sebagai ‘periode emas’ untuk pemasangan AKDR.
Pemasangan AKDRPP memerlukan keputusan medis. Peran dokter sangat diperlukan dalam hal ini. Keputusan medis ini misalnya saat melakukan pemeriksaan sebelum dilakukan pemasangan AKDRPP. Membedakan suatu perdarahan pasca persalinan perlu penanganan segera atau tidak dan menentukan apakah AKDRPP bisa dipasang atau tidak merupakan contoh kondisi yang memerlukan keputusan seorang dokter. Ketergantungan metode ini terhadap dokter memang dapat dipandang sebagai suatu kekurangan. Akan tetapi, pemasangan AKDR yang hanya dilakukan sekali dan pemakaiannya untuk jangka panjang menjadikan kekurangan ini masih dapat diterima.
Seperti banyak metode kontrasepsi yang lainnya, AKDR tidak memberikan perlindungan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS). Klien yang berisiko tinggi terhadap IMS memang tidak direkomendasikan untuk pemasangan AKDR. Infeksi radang panggul dapat terjadi apabila perempuan dengan IMS memakai AKDR dan dapat mengakibatkan infertilitas.
Seringnya kejadian ekspulsi AKDR merupakan hal yang sering dijadikan alasan untuk menolak metode AKDRPP ini. Sesungguhnya angka kejadian ekspulsi AKDRPP sekitar 6-10 %. Jadi dari 100 orang hanya sekitar 6-10 orang yang mengalami ekspulsi. Kemampuan dokter dalam meletakkan AKDR di fundus uteri sangat memperkecil risiko ekspulsi. Oleh karena itu, ekspulsi pada AKDRPP jangan dijadikan penghalang untuk menawarkan metode ini saat konseling KB. Walaupun risiko ekspulsi ini tetap harus disadari oleh klien dan bila mau dapat dilakukan pemasangan kembali.

E.  Kesimpulan
Kontrasepsi merupakan instrumen untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dengan melindungi ibu dari kehamilan berisiko. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan metode kontrasepsi yang efektif dan jangka panjang. AKDRPP merupakan metode kontrasepsi yang dapat dijadikan pilihan utama. Diperlukan promosi dan konseling yang masif untuk mempopulerkan AKDRPP ini.




Daftar Pustaka
  1. Adriaansz G, editor. Pelatihan klinik Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Pascapersalinan (AKDRPP). Jakarta: POGI; 2013. 
  2. Direktorat Bina Kesehatan Ibu Ditjen Bina Gizi dan KIA. Rencana aksi percepatan penurunan angka kematian ibu di Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI; 2013. 
  3. Hartanto H. Keluarga berencana dan kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan; 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar