dr. Arya Srisadono
Dokter Umum di Puskesmas Binangun, Cilacap
Dokter Umum di Puskesmas Binangun, Cilacap
Sebelum penulis membuat artikel ini,
penulis mengikuti pelatihan tentang Program KB (Keluarga Berencana) Pasca Salin
selama 4 hari (tanggal 27 sampai 30 Oktober 2015) di Semarang. Di sana penulis
bertemu dengan pembicara sekaligus guru sewaktu kuliah dulu yaitu dr. R. Soerjo
Hadijono, Sp.OG (K). Ketika dr. Soerjo menyampaikan materinya, ada pendapat beliau
yang mengusik pikiran penulis yaitu tentang upaya menurunkan Angka Kematian Ibu
(AKI). Beliau berpendapat AKI di Indonesia dapat lebih baik dari Singapura
dalam waktu singkat dengan satu syarat, yaitu semua ibu paska persalinan harus
dilakukan pemasangan kontrasepsi. Sekilas pendapat beliau terkesan dangkal,
yaitu dengan semua ibu memakai kontrasepsi maka tidak ada ibu yang hamil
sehingga otomatis AKI juga akan turun. Tetapi, dalam pikiran saya tidak mungkin
beliau mengeluarkan pendapat dengan pemahaman sedangkal itu. Pasti terdapat
pemahaman yang lebih dalam dan luas tentang pernyataan beliau tersebut. Setelah
beliau menjelaskannya lebih dalam lagi ternyata benar, terdapat alasan dan
logika berfikir yang tidak sederhana di dalamnya. Di dalam artikel ini penulis
bermaksud untuk menjabarkan apa yang dimaksud beliau tersebut.
A. Tingginya Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
Penilaian dan upaya untuk meningkatkan
status kesehatan Ibu merupakan suatu hal yang sangat penting. AKI merupakan
indikator yang sensitif untuk menggambarkan kesejahteraan masyarakat di suatu
negara. Semakin tinggi AKI di suatu negara menggambarkan status kesejahteraan
masyarakat di negara itu juga rendah.
Menurut WHO, kematian ibu adalah kematian
selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan,
akibat semua sebab yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau
penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan/ cidera.
Target global MDGs (Millenium
Developmental Goals) ke 5 adalah menurunkan AKI menjadi 102 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2015. Akan tetapi, Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SKDI) tahun 2012 menunjukkan AKI di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar
359 per 100.000 kelahiran hidup. Di kabupaten Cilacap sendiri pada tahun 2014
menduduki peringkat ke 4 di Provinsi Jawa Tengah dengan AKI mencapai 36 kasus,
sedangkan pada tahun 2015 sampai artikel ini ditulis (November 2015) AKI di
Cilacap turun ke peringkat 6 dengan 17 kasus AKI.
B. Kehamilan Risiko
Tinggi
Mortalitas Ibu salah satunya disebabkan
ibu berada dalam kondisi kehamilan risiko tinggi. Kehamilan risiko tinggi dapat
timbul pada keadaan ”4 terlalu” yaitu (1) terlalu muda (<18 tahun); (2)
terlalu tua (>35 tahun); (3) terlalu banyak (setelah 4 kelahiran); (4)
terlalu dekat (jarak anak <2 tahun).
Usia ibu merupakan variabel yang penting
dalam perencanaan kehamilan. Ibu yang hamil pada usia terlalu muda (<18
tahun) masih dalam masa pertumbuhan, sehingga panggulnya relatif masih kecil.
Ibu yang hamil terlalu muda juga sering mengalami masalah psikologis karena
kondisi jiwa yang memang belum matang. Sedangkan Ibu pada usia >35 tahun sering sudah mengalami
problem kesehatan seperti hipertensi, diabetes melitus, anemia, dan
penyakit-penyakit kronis yang lain. Apabila ibu pada kondisi seperti ini hamil
tentu saja menjadi sangat berisiko, sehingga kita mengenal kematian ibu karena
faktor tidak langsung.
Jumlah dan interval kehamilan juga dapat membuat
ibu berada pada kehamilan risiko tinggi. Interval kehamilan kurang dari 2 tahun
berisiko untuk terjadinya kelainan yang berhubungan dengan letak dan kondisi
plasenta. Endometrium di area fundus yang normalnya sebagai tempat menempel
plasenta belum pulih sehingga kurang subur untuk kembali menjadi tempat implantasi
plasenta. Kehamilan ke 5 atau lebih berisiko terjadi perdarahan paska
persalinan dikarenakan kondisi uterus yang sudah lemah.
C. Peranan Program KB
untuk Menciptakan Persalinan Aman
Program KB dilaksanakan agar pasangan suami istri (pasutri) dapat merencanakan
kehamilannya sehingga kehamilan yang terjadi adalah kehamilan yang aman dan
terhindar dari keadaan ‘4 terlalu’ tersebut. Program KB sangat efektif dalam mencegah
kehamilan risiko tinggi sehingga dapat menurunkan mortalitas Ibu (AKI).
Alat kontrasepsi yang akan digunakan juga harus tepat sesuai dengan
tujuannya. Tujuan pemakaian kontrasepsi pada dasarnya dibagi 3 yaitu untuk
menunda kehamilan, menjarangkan kehamilan, dan mengakhiri kesuburan. Untuk
menunda kehamilan ditujukan untuk ibu yang masih berusia muda (<20 tahun).
Metode kontrasepsi yang digunakan bersifat jangka pendek dan tentu saja tidak
mengganggu kesuburan apabila kontrasepsi dilepas. Ibu dapat cepat hamil apabila
akan melakukan program hamil. Metode kontrasepsi yang dapat digunakan antara
lain metode barier, dan pil oral kombinasi. Semua ibu paska persalinan
sebaiknya menggunakan kontrasepsi yang bertujuan untuk menjarangkan kehamilan.
Hal ini tentu saja menjamin ibu tidak hamil pada jarak yang terlalu dekat (<
2 tahun) dengan kehamilan sebelumnya. Metode kontrasepsi yang digunakan paling
baik adalah metode jangka panjang seperti AKDR/ IUD (Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim/ Intra Uterine Devices), implant atau suntik. Untuk ibu menyusui,
alat kotrasepsi yang mengganggu produksi ASI seperti Pil oral kombinasi dan
suntikan kombinasi (suntikan sebulan sekali) harus dihindari. Pasutri dapat
merencanakan kembali kehamilan dengan jarak antara 2-4 tahun dan paritas
(jumlah anak) terbaik adalah 2-3. Usia ibu yang berumur > 35 tahun dan/atau
paritas > 3 sudah termasuk kategori risiko tinggi apabila terjadi kehamilan.
Pada fase ini metode kontrasepsi yang bertujuan untuk mengakhiri kesuburan
direkomendasikan. Metode kontrasepsi seperti kontrasepsi mantap (Kontap) baik
pada wanita (tubektomi) maupun pria (vasektomi) merupakan pilihan terbaik. Akan
tetapi apabila menghendaki metode kontrasepsi yang tidak permanen dapat
menggunakan metode kontrasepsi yang sifatnya jangka panjang seperti AKDR/IUD.
D. Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim Pasca Persalinan (AKDRPP) sebagai pilihan kontrasepsi masal.
Program KB dapat melindungi ibu dari
kehamilan risiko tinggi. Untuk menurunkan AKI, diperlukan syarat minimal yaitu
semua ibu berada dalam kondisi kehamilan yang aman. Yaitu, kehamilan yang
terhindar dari kondisi ‘4 terlalu’ yang telah dijelaskan sebelumnya. Apabila
semua ibu hamil dalam kondisi yang aman, mortalitas akibat faktor ibu dapat
dihindari. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan metode kontrasepsi yang
ideal. AKDRPP merupakan metode kontrasepsi yang dapat dijadikan pilihan utama.
AKDRPP merupakan metode kontrasepsi yang
bersifat reversibel, jangka panjang, dan sangat efektif. Pasca persalinan yang
dimaksud disini adalah periode pasca persalinan segera yang terdiri dari
periode pasca plasenta (< 10 menit pasca ekspulsi plasenta), pasca persalinan
dini (10 menit – 48 jam pasca ekspulsi plasenta), dan intra sesaria (saat
seksio sesaria). Untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas,
pemasangan AKDRPP dapat dilakukan periode pasca plasenta dan pasca persalinan
dini.
Periode pasca persalinan segera (pasca
plasenta dan pasca persalinan dini) merupakan periode yang ideal untuk
konseling metoda KB yang sesuai. Klien juga memiliki motivasi tinggi untuk
dapat menerima metoda KB yang diperlukan. Di India, sekitar 65% ibu tidak
memiliki peluang terhadap KB (unmet need) pada tahun pertama pasca
persalinan. Berbagai kondisi ini membuat periode pasca persalinan segera
sebagai ‘periode emas’ untuk pemasangan AKDR.
Pemasangan AKDRPP memerlukan keputusan
medis. Peran dokter sangat diperlukan dalam hal ini. Keputusan medis ini
misalnya saat melakukan pemeriksaan sebelum dilakukan pemasangan AKDRPP. Membedakan
suatu perdarahan pasca persalinan perlu penanganan segera atau tidak dan
menentukan apakah AKDRPP bisa dipasang atau tidak merupakan contoh kondisi yang
memerlukan keputusan seorang dokter. Ketergantungan metode ini terhadap dokter
memang dapat dipandang sebagai suatu kekurangan. Akan tetapi, pemasangan AKDR
yang hanya dilakukan sekali dan pemakaiannya untuk jangka panjang menjadikan
kekurangan ini masih dapat diterima.
Seperti banyak metode kontrasepsi yang
lainnya, AKDR tidak memberikan perlindungan terhadap Infeksi Menular Seksual
(IMS). Klien yang berisiko tinggi terhadap IMS memang tidak direkomendasikan
untuk pemasangan AKDR. Infeksi radang panggul dapat terjadi apabila perempuan
dengan IMS memakai AKDR dan dapat mengakibatkan infertilitas.
Seringnya kejadian ekspulsi AKDR
merupakan hal yang sering dijadikan alasan untuk menolak metode AKDRPP ini. Sesungguhnya
angka kejadian ekspulsi AKDRPP sekitar 6-10 %. Jadi dari 100 orang hanya
sekitar 6-10 orang yang mengalami ekspulsi. Kemampuan dokter dalam meletakkan
AKDR di fundus uteri sangat memperkecil risiko ekspulsi. Oleh karena itu,
ekspulsi pada AKDRPP jangan dijadikan penghalang untuk menawarkan metode ini
saat konseling KB. Walaupun risiko ekspulsi ini tetap harus disadari oleh klien
dan bila mau dapat dilakukan pemasangan kembali.
E. Kesimpulan
Kontrasepsi merupakan instrumen untuk
menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dengan melindungi ibu dari kehamilan
berisiko. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan metode kontrasepsi yang efektif
dan jangka panjang. AKDRPP merupakan metode kontrasepsi yang dapat dijadikan
pilihan utama. Diperlukan promosi dan konseling yang masif untuk mempopulerkan
AKDRPP ini.
Daftar Pustaka
- Adriaansz G, editor. Pelatihan klinik Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Pascapersalinan (AKDRPP). Jakarta: POGI; 2013.
- Direktorat Bina Kesehatan Ibu Ditjen Bina Gizi dan KIA. Rencana aksi percepatan penurunan angka kematian ibu di Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI; 2013.
- Hartanto H. Keluarga berencana dan kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan; 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar