Bab 1: Penilaian dan Pemeriksaan
Neurologis
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis formal harus
dilakukan secara sistematis dengan urutan sebagai berikut:
1.
Keadaan mental
2.
Kemampuan bicara
3.
Nervus cranialis
4.
Pemeriksaan ekstrimitas dan badan
(a) Postur
(b) Atrofi
(c) Tonus
(d) Kekuatan
(e) Refleks
(f) Sensasi
(g) Koordinasi dan gaya berjalan
Keadaan mental
Pemeriksaan keadaan mental mencakup
penilaian terhadap:
·
Tingkat kesadaran
·
Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang
·
Memori
·
Keadaan emosional
·
Adanya delusi atau halusinasi
Penilaian yang benar dari keadaan mental
adalah awal yang penting untuk mengevaluasi tanda-tanda neurologis yang lain. Pemeriksaan
neurologis lainnya akan dijalankan sesuai dengan kondisi mental pasien. Penilaian
yang akurat dari tingkat kesadaran sangat penting dalam penyakit-penyakit bedah
saraf dan evaluasi tingkat kesadaran menggunakan Glasgow coma scale diuraikan
di dalam Bab cedera kepala (Bab 4). Ketidaktepatan istilah seperti ‘stuporose’
harus dihindari dan pemeriksa harus secara obyektif menilai dan menggambarkan
respon pasien terhadap stimulus spesifik. ‘Keadaan mengantuk’ -- penurunan
tingkat kesadaran – adalah tanda neurologis penting dan mengindikasikan
patologi intrakranial mayor. Seperti pada semua gejala-gejala dan tanda-tanda
neurologis, penting untuk mendapatkan penilaian tentang progresifitas dari
keadaan mengantuk dengan bertanya kepada teman atau keluarga pasien. Tingkat
kesadaran yang memburuk adalah sebuah kegawatdaruratan bedah saraf.
Gangguan memori harus diperiksa secara formal baik
ingatan jangka pendek maupun jangka panjang. Pemeriksaan memori jangka pendek
dilakukan dengan cara pemeriksa menyebutkan daftar misalnya nama, alamat, dan
jenis bunga kemudian meminta pasien untuk mengulang kembali setelah 5 menit. Kehilangan
memori jangka pendek terhadap kejadian-kejadian masa lalu yang berhubungan
dengan ingatan terhadap keluarganya adalah tipe dari demensia, cth. Alzeheimer
disease. Pada psikosis Korsakoff, gangguan pada memori yang baru disertai
disorientasi menunjukaan gejala yang berat sehingga pasien akan membuat
cerita-cerita untuk memberikan suatu jawaban yang meyakinkan dari suatu
pertanyaan. Ini adalah konfabulasi dan secara klasik berhubungan dengan keadaan
alkoholik, meskipun walaupun jarang terjadi merupakan akibat dari lesi
hipotalamus anterior karena trauma atau perdarahan subarachnoid dan vasospasme.
Gangguan kemampuan bicara
Terdapat empat gangguan kemampuan bicara
utama:
1.
Mutisme
2.
Afonia
3.
Disarthria
4.
Disfasia
Mutism
Mutisme dicirikan pada pasien yang waspada
tetapi dalam kondisi tidak mau berbicara. Ini merupakan akibat dari lesi yang
mempengaruhi aspek medial dari kedua lobus frontal, secara klasik terjadi sebagai
akibat dari vasospasme yang berlanjut menjadi perdarahan subarachnoid dari
rupturnya aneurisma arteri communicans anterior.
Afonia
Afonia
adalah ucapan yang keluar ketika pasien dapat bicara tapi tidak dapat untuk
menghasilkan beberapa volume suara. Hal ini
karena gangguan pada plika vokalis atau laring. Jika pasien dapat batuk secara
normal, berarti ini biasanya merupakan kelainan histerik.
Disarthria
Disarthria disebabkan oleh lemahnya
koordinasi dari bibir, palatum, lidah dan laring yang diakibatkan oleh lesi
pada ekstrapiramidal, batang otak, atau cerebellum. Volume dan isi dari
pembicaraan masih normal tetapi pengucapannya mengalami distorsi.
Disarthria spastik. Ini disebabkan oleh penyakit upper motor
neuron bilateral karena pseudobulbar palsy, penyakit neuron motorik, atau tumor
batang otak.
Disarthria ataksia. Ini disebabkan oleh inkoordinasi dari
otot-otot bicara; kata-kata yang diucapkan sering terputus-putus atau scanning
dan ritmenya terhenti-henti. Tipe disarthria ini terlihat pada tumor angulus
cerebellopontine, lesi cerebellum, multiple sclerosis dan keracunan fenitoin.
Disarthria dapat juga akibat dari lesi-lesi pada
lower motor neuron dan otot, seperti yang terjadi pada palatal palsy atau
paralisis lidah.
‘Rigid disarthria’. Ini adalah ciri khas dari penyakit
Parkinson. Pada kasus yang berat dapat ditemukan fenomena palilalia, dimana
terdapat pengulangan konstan pada suku kata yang spesifik.
Disfasia
Disfasia dapat bersifat ekspresif maupun
reseptif. Pasien dengan disfasia ekspresif dapat mengerti suatu pembicaraan
tetapi tidak dapat menyusun pembicaraannya sendiri. Pasien dengan disfasia
reseptif tidak dapat mengerti suatu pembicaraan baik lisan maupun tertulis. Meskipun
satu tipe disfasia dapat bersifat predominan, seringnya terjadi campuran dari kedua
pola disabilitas tersebut. Disfasia terjadi akibat lesi pada hemisfer dominan,
dimana hemisfer kiri pada orang dengan dominan tangan kanan jumlahnya sebanding
dengan orang dengan dominan tangan kiri.
Disfasia ekspresif. Ini disebabkan oleh lesi yang mengenai
area Broca pada bagian bawah dari girus presentral (fig 1.1) atau regio
temporoparietal posterior kiri. Jika regio tersebut terkena, pasien dapat
menderita disfasia nominal, dimana kemampuan untuk menamai suatu obyek hilang
tetapi kemampuan untuk bicara masih bertahan.
Disfasia reseptif. Diakibatkan oleh lesi pada area Wernicke,
dimana girus temporalis superior pars posterior dan lobus parietal didekatnya.
Aleksia
Aleksia adalah ketidakmampuan untuk
memahami perkataan tertulis. Aleksia dengan agrafia (ketidakmampuan untuk
menulis) disebabkan oleh lesi pada girus angular kiri. Pasien tidak dapat
membaca atau menulis secara spontan dan kondisi ini sering desertai dengan
disfasia nominal, akalkulia, hemianopia dan agnosia visual. Sindroma Gerstmann
terdiri dari agnosia jari pada jari pasien sendiri maupun jari pemeriksa,
akalkulia, disorientasi kanan/kiri dan agrafia tanpa aleksia. Lesinya terdapat
pada hemisfer dominan pada regio girus angular.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar